Pasalnya, Anies hanya mengusung gagasan besar perubahan dan persatuan untuk Indonesia yang lebih maju. Sedangkan Jokowi saat maju pada Pilpres 2014 mengusung revolusi mental. Meskipun, revolusi mental yang dielu-elukan masih hanya sebatas jargon semata.
Begitu disampaikan Aktivis Kolaborasi Jakarta, Andi Sinulingga dalam diskusi Republik Ayam Jago bertajuk “Menakar Imajinasi Capres Soal Indonesia Pasca-Jokowi” di Kopi Timur, Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa sore (25/7).
“Pak Jokowi itu lebih sadis, kalau Anies mengambil isu change and continued (perubahan dan kelanjutan), ada yang diubah, ada yang dilanjutkan. Pak Jokowi lebih ngeri dia menggunakan diksi revolution,” kata Andi.
Diksi revolusi, kata Andi, berarti mengupayakan perubahan yang berlangsung secara cepat. Namun sayangnya, revolusi mental disesalkan sejumlah pihak karena faktanya belum direalisasikan.
Atas dasar itu, Andi sepakat dengan pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang menyebut bahwa konsep revolusi mental belum bisa memenuhi harapan dan saat ini belum bisa menjadi kenyataan.
“Bukan kata Pak Surya Paloh saja, kata saya juga begitu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan salah satu alasan Nasdem totalitas memberi dukungan kepada Jokowi sejak Pilpres 2014 antara lain karena konsep gerakan revolusi mental.
Namun, kata Paloh, konsep tersebut belum bisa memenuhi harapan dan saat ini belum bisa menjadi kenyataan.
“Tapi sayang seribu kali sayang, harapan belum menjadi kenyataan,” kata Paloh dalam pidato dalam Apel Siaga Perubahan Partai Nasdem di Gelora Bung karno, Jakarta, Minggu (16/7).
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.